“Saya menyaksikan pementasan teater berjudul Miss Saigon oleh seniman teater kelas dunia ketika dipentaskan di Kanada. Dan saya benar-benar keget menonton pementasan Julieta oleh seniman teater Sulut, yang secara kualitas tidak kalah dengan kemampuan peteater dunia.” — Gubernur Sulawesi Utara, Ir, Lucky Korah, MSi.
Hari itu 25 Juni 2005. “Julieta”, sebuah lakon yang saya adaptasi dari novel pengarang Inggris William Shakespeare “Romoe and Juliet” dipentaskan Sido di gedung teater Taman Budaya Sulut, seiring penutupan Musyawarah Daerah (Musda) Persatuan Artis Teater Sulawesi Utara (PATSU) dan Festival Teater ke 12 yang berlangsung sejak 19-25 Juni 2005.
Hal menarik ketika itu adalah kehadiran Gubernur Sulawesi Utara, Ir Lucky Korah, MSi, yang ikut mengapresiasi pertunjukan yang dibintangi Gisye Woimbon, SS yang baru dinobatkan sebagai Aktris Terbaik Teater 2005, dan Vick Chenoree, sutradara terbaik 2005.
Usai pertunjukan, di depan ratusan publik teater Sulut waktu itu, Korah mencoba membedah perkembangan teater dunia dan melakukan pembandingan dengan pementasan yang baru di saksikannya. “Ini tak kalah dengan Miss Saigon yang dibintangi seniman teater kelas dunia ketika dipentaskan di Kanada,” ungkapnya.
Pertunjukan lakon “Julieta” sendiri setidaknya hanya secuwil kecil dari kilau jejak teater di Manado. Sudah disentil pada tulisan sebelumnya, adaptasi lakon karya-karya dramawan dunia sudah mulai muncul di panggung pertunjukan teater di Manado sejak 1960-an hingga saat ini, selain drama-drama karya pengarang dalam negeri.
Epafras Raranta sebagai misal, semenjak 1960, dramawan, penyair dan pendeta ini telah mengisi semarak dunia teater dan susastera Sulawesi Utara (Sulut). Ia menulis sekian banyak lakon untuk dipentaskan sebagai khotbah membuat karyanya popular di lingkungan gerejani. “Suara Itu Datang Lagi” adalah sebuah lakon yang populer di Sulut, buah karya pengarang Epafras Raranta. Drama ini berisi kritik sosial yang tajam menghatam kehidupan umat manusia modern yang abai dan kehilangan sisi filantropi.
Sebelum Husen Mulahele kembali ke Manado akhir 1977, menurut Benni M Matindas, pementasan teater secara khusus atau murni pertunjukan teater, bukan pelengkap acara lain atau dalam rangka Natal dan Paskah cukup intens. Teater Bara yang disutradarainya misalnya, telah mementaskan “Bumi Kita Kusta” pada 1977. Masih di tahun yang sama, Benni M Matindas mementaskan lakon “Sang Masingko” dan “Amanat Yang Pasti”.
Sementara pada 1978, Teater Yustisia mementaskan “Rasul Ditangkap Karena Siphilis”. Di kurun itu juga, dramawan Ratih Supit begitu dikenal di panggung teater Manado bersama karya-karya Teater Nyiur Melambai yang dipimpinnya.
Sekembalinya dari pendidikan teater di Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) Dramawan John Piet Sondakh yang akrab dengan sapaan Hanny mengukuhkan kehadirannya di panggung teater Manado dengan menggarap Antigone, sebuah tragedi yang ditulis Sophokles, pengarang Yunani yang paling terkenal di dunia, sebelum tahun 442 SM.
Antigone pertama kali dipentaskan di Gedung Kesenian Pingkan Matindas Manado tahun 1983, dengan melibatkan Teater SMPP Negeri 29 Manado (sekarang SMA Negeri 7 Manado), di tahun yang sama kembali dipentaskan di Bukit Inspirasi, Kota Tomohon.
Pertunjukan fenomenal lainnya yang penting dicatat “Raksasa Pemangsa alias Katulah” karya Iverdixon Tinungki yang disutradarai Kamajaya Alkatuuk. Pertunjukan kolosal Sanggar Kreatif itu berlangsung selama sepekan (4-5-6-7-8-9-10 Agustus 1994) bertempat di Restaurant Nyiur Melambai Manado dan Taman Budaya Sulut.
Para Aktor dan aktris yang terlibat dalam pentas ini diantaranya: Hendra Soenardji, Frangky Supit, Meiske Richter, Sch Rakian, Diane Sengkey, Rangga Bayu Restu, Jhony Sangeroki, Nova Bawole, Deisy Wewengkang, Merry Kumayas, Lucky Astuti, Decky Salindeho, Nasry Parasana, Vanda Manabung, Evie Puasa, Yunilson Saghoa, Joko Sutrisno, Novandy Kawangung, Fanny Himpong, Isak Mantaw, Fientje Irot, Olvie Turang, Ronald Tuilan, Donny Hoke, Taufiq Rahman, Ratno T, Jamal R, Ferry H, Ivan Givan, Anto Samalam, Herman M, Sudirman Surya, Yunan Alpasa, dan Aldes Sambalao.
Pertunjukan Sanggar Kreatif lainnya di antaranya “Kata Mati” dipentaskan di Taman Budaya Sulut pada 1997 ikut disaksikan Dramawan WS Rendra. Pentas kolosal Sanggar Kreatif juga berlangsung pada 1998 yakni Lakon berjudul “Profesor DR. Judas Iskariot” Karya dan Sutradara Iverdixon Tinungki, melibatkan 300 pemain, 200 pemusik Bambu dan 500 siswa paduan suara.
Menarik dari pentas ini adalah salah seorang aktornya berpangkat Kolonel, yakni Kol. Laut. Andries Lutia, yang dikenal sebagai matan Bupati Sangihe Talaud dan saat mentas beliau menjabat Ketua Komisi A DPRD Sulut. Pentas kolosan ini digelar di Lapangan Sparta Tikala, produksi kerjasama dengan pemerintah Kota Manado masa Walikota Drs. Wempie Frederich dan Sekkot Drs. Winsulangi Salindeho. Pentas berbiaya mahal ini dilaksanakan seiring pencanangan semboyan “Torang Samua Basudara” oleh Gubernur Sulut, EE Mangindaan. Pentas yang disaksikan lebih dari 10 ribu penonton ini disiarkan secara langsung oleh TVRI.
Pertunjukan besar Sanggar Kreatif lainnya antara lain “As The Shanning Star”, sebuah drama musical berdurasi 3 jam dimainkan 200 lebih pemain berlangsung pada 2010 di Manado Convention Centre Manado. Pentas ini bekerjasama dengan Yayasan Eben Haezar Manado.
Lakon “Kita Sang Pemenang” sebuah drama musical kolosal melibatkan ratusan pemain termasuk pemusik dan tari, kolaborasi Sutradara Iverdixon Tinungki dan musikus Prof. DR. Perry Rumengan pada 28 Desember 2012. Menampilkan para aktor dan aktris, Gysye Woimbon, SS, MSi, Rahadi Gedoan SS, Cristy Puitika Tinungki serta sejumlah aktor Aktris Sanggar Seni Kreatif Manado, Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Universitas Manado, Gurup Kolintang, Musik Bambu, Tari Kabasaran, serta bintang tamu artis-artis Blink Jakarta.
Pementasan ini produksi kerjasama dengan Panitia Pertemuan Kawanua Sedunia dan Harian Manado Post yang di pusatkan di Sutan Raja Convention, disaksikan ribuan tamu yang datang dari berbagai Negara Eropa, Amerika dan Asia.
Khusus untuk karya-karya adaptasi, dramawan Eric MF Dajoh dengan Balai Teater-nya pada 2008 mementaskan lakon komedi “Don Juan” di Gedung Kesenian Pinkan Matindas pada Sabtu, 15 Desember 2007, dan kembali dipentaskan pada Selasa, 15 April 2008 di Gedung Kesenian Jakarta.
Lakon cinta karya Molliere itu diterjemahkan Eric MF Dajoh dengan latar kondisi sosial masyarakat Sulawesi Utara. Sejumlah aktor yang terlibat dalam pentas yang disutradarai Eric MF Dayoh ini antaranya, Franky Supit (Don Juan), Donna Keles (Elvira), Sylvester Setligt (Sagan), Irene Buyung (Gusmar), Sandra Dewi Dahlan (Karlote), Ventje Mait (Pier), Melissa Nayoan (Maturin), Frangky Kalumata (Narator), Servy Maradia (Pelayan), dan Ferro Kuron, Roy Kumaat, Dolfie Pantouw (Orkes Bambu/Pigura). Pelaksana pentas produksi ke 9 Balai Teater ini adalah Teddy Kumaat, Donna Keles, Recky Runtuwene dan Frangky Kalumata. Penata artistik: Ilham Nasikin, Penata Busana: Bebe, dan Penata Rias: Choi.
Kiprah Eric MF Dajoh lainnya, pada Jumat, 30 Maret 2012, bersama Komunitas Walek@fi-ESA, menggelar lakon berjudul “Para Penjudi” karya Nikolai Gogol, di Gedung Pinkan Matindas, Sario, Manado, kemudian “Nyanyian Angsa” karya dramawan Rusia Anton Pavlovich Chekhov yang pentas perdananya berlangsung pada Sabtu, 31 Agustus 2019 di Balai Bahasa Sulut.
Penulis : Iverdixon Tinungki
Discussion about this post